Analisa Kasus

Analisa Kasus Carding
Fraud adalah sekumpulan tindakan yang tidak diizinkan dan melanggar hukum yang ditandai dengan adanya unsur kecurangan yang disengaja (the Institute of Internal Auditor (“IIA”))
kasus fraud diatas harus segera diatasi, karena dalam kasus ini indonesia berada diposisi ke-2 didunia. bahkan untuk urusan online shopping (Wilayah Asia Tenggara) pun indonesia sudah di blacklist, berarti bukan cuma pengawasan dari pemerintahnya harus lebih ditingkatkan, tapi kesadaran dari masyarakat itu sendiri.


Contohnya untuk kartu kreditnya dimakan oleh mesin atm, hilang, ataupun dicuri, biasanya nasabah tersebut malas utk melaporkan ke bank yang bersangkutan padahal ini sangat penting karena untk memblokir sementara kartu kreditnya. Dari kasus tersebut juga Kepala Biro Sistem Pembayaran Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran BI Aribowo sudah mensosialisasikan agar nasabah
berhati-hati. Intinya untuk mengurangi kasus tersebut perlu kesadaran dan dukungan dari berbagai pihak.

Analisa Kasus SMS Premium
Kasus ini terjadi sekitar tahun 2011, yang kerugiannya ditaksir sampai 4 miliar.  SMS Premium merupakan sebuah layanan ponsel yang memungkinkan kita untuk mendapatkan informasi terbaru tentang berita olahraga, dunia hiburan, dsb. SMS Premium menggunakan 4 digit angka ke nomor tujuan. Motifnya yaitu dengan mengirimkan sms yang berisi kesempatan untuk mendapatkan voucher belanja sebesar Rp. 3jt. Adapaun cara agar kita terhindar dari sms penipuan ini adalah dengan cara kita mengabaikan sms tersebut dan jangan pernah membalansya. Karena dengan membalas sms tersebut  maka kita dianggap telah registrasi dan menyetujui syarat dan ketentuan yang sebenarnya tidak dijelaskan secara langung dalam sms tersebut, namun ketika kita tidak membalas sms premium tersebut pulsa kita tetap tersedot maka sebaiknya kita melaporkan hal tersebut kepada operator. Dalam hal ini juga pemerintah bisa meminta bantuan kepada BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) untuk melakukan audit.

Analisa Kasus Video Asusila
Maraknya kasus video porno Ariel “Peterpan” dengan Luna Maya dan Cut Tari, video tersebut di unggah di internet. Sejak Juni 2010 Kasus ini benar - benar meledak hingga menjadi trending topic di twitter .Nama Ariel Peterpan diplesetkan oleh sebagian netter menjadi Ariel Peterporn (Porn = Porno). Dikarenakan kasus ini benar-benar membahayakan keselamatan negara (generasi muda) maka hakim dengan berani mengambil terobosan keputusan. Hukum dibuat untuk menciptakan keteraturan berdasarkan hukum pidana (tertulis) dan hukum tidak tertulis (norma-sosial).
            Terdakwa Ariel Peterpan dengan sengaja menyebarkan video porno yang dibuatnya sendiri dengan menunjukkan kepada rekan-rekannya. Terdakwa Ariel Peterpan memberi peluang pada Reza (Redjoy) editor musiknya untuk menyalin isi hardisk file video porno. Selanjutnya Redjoy memberikan video porno Ariel Peterpan pada Anggit. Sehingga dapat disimpulkan ada kesengajaan penyebaran video porno yang dibuatnya sendiri.
            Terdakwa Ariel Peterpan tidak mengakui bahwa video porno itu diperankan oleh dirinya. Terdakwa Ariel Peterpan mengakui kalau hardisk yang disalin oleh Redjoy adalah miliknya. Ada kesengajaan dari Terdakwa Ariel Peterpan mendistribusikan video porno yang direkamnya sendiri dengan menunjukkan pada Redjoy.
            Hukuman untuk Terdakwa Ariel Peterpan adalah 3.5 tahun penjara plus denda 250 juta rupiah. Pengadilan banding hingga Mahkamah Agung tetap pada pendiriannya 3.5 tahun plus denda 250 juta.

Analisa Kasus Deface Situs Pemerintah
  1. Pasal 22 huruf B Undang-Undang 36/1999 tentang Telekomunikasi yang berbunyi
“Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi :

  • akses ke jaringan telekomunikasi; dan atau
  • akses ke jasa telekomunikasi; dan atau
  • akses ke jaringan telekomunikasi khusus.”
   2. Pasal 30 ayat 1, ayat 2, dan atau ayat 3 UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang berbunyi
“(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
 (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
 (3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.”

   3. Pasal 32 ayat 1 UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang berbunyi  :
”(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.”

Analisa Kasus Judi Online
Keberadaan alat bukti sangat penting terutama untuk menunjukan adanya peristiwa hukum yang terjadi. Dari alat bukti yang sah, seorang hakim dapat memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar telah terjadi.       
            Suatu alat bukti sangat penting bagi hakim pidana dalam meyakinkan dirinya membuat putusan perkara. alat bukti ini harus sah sebagaimana di sebut dalam undang-undang (KUHP) atau undang-undang lain. UU ITE melalui pasal 5 ayat 1 dan 2 ternyata memberikan 3 buah alat bukti baru yaitu : informasi elektronik, dokumen elektronik dan hasil cetak dari keduanya. Email dan bukti transfer termasuk sebagai alat bukti yang diakui dalam UU ITE, yakni sebagai salah satu bentuk dari dokumen elektronik.
            Pada dasarnya pembuktian dalam ranah pidana merupakan usaha untuk mencari kebenaran materil tentang :
1.      Telah terjadinya tindak pidana
2.      Bahwa tersangka yang kemudian menjadi terdakwa adalah pelakunya.
Kedua hal ini dibuktikan dengan keyakinan hakim melalui satu proses peradilan pidana. Jika ada seseorang disangka atau didakwa telah melakukan perjudian dalam ruangan cyber maka APH harus membuktikan bahwa orang tersebut telah memenuhi seluruh unsur yang diatur dalam pasal 27 ayat 2 UU ITE.

            Untuk aspek pembuktian menurut pasal 5 UU ITE mengatur bahwa informasi atau dokumen elektronik atau hasil cetaknya yaitu hasil cetak dari informasi dan dokumen elektronik, hal tersebut dapat dijadikan alat bukti hukum yang sah.

0 komentar :

Posting Komentar